Beranda | Artikel
Nasihat Penting untuk Pendakwah di Medsos Syaikh Abdus Salam asy-Syuwaiar #NasehatUlama
Kamis, 1 Desember 2022

Yang pertama dari perkara-perkara ini,
yang sangat dituntut dari seorang penuntut ilmu,
ketika menyampaikan dakwah di sebuah media massa
agar dia benar-benar memeriksa kembali hatinya
dan keikhlasannya kepada Allah ʿAzza wa Jalla,

karena semua amal yang tidak ikhlas karena Allah ʿAzza wa Jalla,
maka amalan itu tertolak dari pelakunya.

Di antara perihal yang diingatkan oleh para ulama
bahwa sebagian orang yang bergelut dengan ilmu terkadang tersibukkan dengan ilmu tersebut,

sehingga membuat mereka lupa memperhatikan keikhlasan.
Al-ʿAllāmah Abu Al-Faraj Ibnu Rajab —semoga Allah merahmatinya— mengatakan,

bahwa para ahli fikih sangat sering
membahas niat dalam konteks maksud suatu perbuatan,
tapi tidak membahasnya dalam konteks ikhlas dan ubudiah,

sehingga lupa mewasiatkan dan mengingatkan
tentang keikhlasan niat kepada Allah ʿAzza wa Jalla.

Itulah kenapa salah satu tanda keimanan seorang mukmin
adalah ketika dia selalu memeriksa dirinya dan mencelanya,
itulah kenapa jiwanya disebut Lawwāmah (selalu mencela),

karena selalu mencela niatnya,
selalu mencela amalnya yang sedikit,
dan selalu mencela kekurangannya sendiri.

Seorang mukmin harus selalu memeriksa hatinya,
mengawasi niatnya,
dan meminta Allah ʿAzza wa Jalla keikhlasan dalam niatnya.

Diriwayatkan bahwa para sahabat Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam,
yang merupakan sebaik-baik manusia
setelah Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Ālihi wa Sallam dan para rasul,

mereka juga mengeluhkan masalah ini kepada Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam.
Disebutkan dalam hadis Mahmud bin Labid
bahwa Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Ālihi wa Sallam mengajari mereka
untuk berdoa kepada Allah dengan mengucapkan,

“Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu
dari kesyirikan terhadap-Mu sedangkan kami mengetahuinya
dan kami memohon ampun dari (kesyirikan) yang tidak kami ketahui.” (HR. Ahmad)

Ketika Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam mengabarkan
nama-nama orang munafik kepada Hudzaifah,
Umar lalu membuntuti Hudzaifah di gang-gang kota Madinah,

dan berjalan di belakangnya seraya bertanya kepadanya dengan nama Allah ʿAzza wa Jalla
apakah Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam menyebutnya termasuk di antara para munafik,

padahal Umar sudah mendengar dan diberitahu
bahwa Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda
bahwa Umar termasuk penghuni surga.

Namun karena dia merasa belum selamat dari godaan
dan tidak terlampau yakin dengan dirinya,
melainkan karena khawatir dengan dirinya yang mudah berbolak-balik,

dan hanya meletakkan yakinnya pada Allah ʿAzza wa Jalla,
maka dia membuntuti Hudzaifah dan mengajukan pertanyaan ini.
Maksudnya, wahai Saudara-Saudara,

bahwa seorang penuntut ilmu ketika hendak mengerjakan suatu amal,
menyebarkan kitab, menyampaikan khotbah,
atau menulis walau hanya satu baris di media massa atau media sosial,

maka ia wajib memeriksa hatinya
dan mengecek niat dan keikhlasannya.

Sungguh, salah satu tanda taufik Allah ʿAzza wa Jalla kepada seorang hamba
adalah ketika dia bisa memeriksa hatinya.

Aku bersumpah dengan nama Allah Jalla wa ʿAlā tanpa berdusta
bahwa jika seseorang memperhatikan keikhlasannya dan mengawasinya,
niscaya Allah ʿAzza wa Jalla akan Memberi taufik dan kebenaran dalam perbuatannya,

karena amal akan mengikuti keikhlasan,
maka barang siapa yang jujur dalam niatnya,
niscaya Allah ʿAzza wa Jalla akan memberinya taufik dalam amalannya.

====

أَوَّلُ هَذِهِ الْأُمُورِ

الَّتِي يَتَأَكَّدُ عَلَى طَالِبِ الْعِلْمِ

إِذَا شَارَكَ مُلْقِيًّا فِي أَحَدِ وَسَائِلِ الْإِعْلَامِ

أَنْ يُعْنَى بِمُرَاجَعَةِ قَلْبِهِ

وَبِالْإِخْلَاصِ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ

فَإِنَّ كُلَّ عَمَلٍ لَا يَكُونُ فِيهِ إِخْلَاصٌ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ

فَهُوَ مَرْدُودٌ عَلَى صَاحِبِهِ

وَإِنَّ مِمَّا ذَكَرَ أَهْلُ الْعِلْمِ

أَنَّ مِمَّا يَشْتَغِلُ بِهِ بَعْضُ الْمَنْسُوبِينَ لِلْعِلْمِ مِنَ الْعِلْمِ

يَشْغَلُهُمْ عَنِ الْعِنَايَةِ بِالْإِخْلَاصِ

فَقَدْ ذَكَرَ الْعَلَّامَةُ أَبُو الْفَرَجِ ابْنُ رَجَبٍ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى

أَنَّ الْفُقَهَاءَ كَثِيرًا

مَا يَتَكَلَّمُونَ عَنِ النِّيَّةِ بِمَعْنَى الْقَصْدِ

وَلَا يَتَكَلَّمُونَ عَنِ النِّيَّةِ بِمَعْنَى الْإِخْلَاصِ وَالتَّعَبُّدِ

فَيَنْشَغِلُونَ عَنِ التَّوْصِيَةِ بِهَا وَعَنِ التَّوَاصِي

بِإِخْلَاصِ النِّيَّةِ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ

وَلِذَا فَإِنَّ مِنْ عَلَامَاتِ إِيمَانِ الْمُؤْمِنِ

أَنَّهُ دَائِمًا مَا يُرَاجِعُ نَفْسَهُ وَيَلُومُهَا

وَلِذَا سُمِّيَتْ نَفْسُهُ لَوَّامَةً

لِأَنَّهَا تَلُومُهُ فِي نِيَّتِهِ

وَ تَلُومُهُ فِي قِلَّةِ عَمَلِهِ

وَتَلُومُهُ عَلَى تَقْصِيرِهِ

الْمُؤْمِنُ دَائِمًا يُرَاجِعُ قَلْبَهُ

وَيَنْظُرُ فِي نِيَّتِهِ

وَيَسْأَلُ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ الْإِخْلَاصَ فِيهَا

وَقَدْ جَاءَ أَنَّ صَحَابَةَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

وَهُمْ أَكْرَمُ الْخَلْقِ

بَعْدَ نَبِيِّنَا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَالْأَنْبِيَاءِ مَعَهُ

كَانُو يَشْكُونَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذَا الْأَمْرَ

فَجَاءَ فِي حَدِيثِ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ عَلَّمَهُمْ

أَنْ يَدْعُوا اللهَ فَيَقُولُوا

اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ

أَنْ نُشْرِكَ بِكَ وَنَحْنُ نَعْلَمُ

وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا نَعْلَمُ

وَلَمَّا أَخْبَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

حُذَيْفَةَ بِأَسْمَاءِ الْمُنَافِقِينَ

كَانَ عُمَرُ يَتَتَبَّعُ حُذَيْفَةَ فِي أَزِقَّةِ الْمَدِينَةِ

وَيَمْشِي وَرَاءَهُ وَيَنْشُدُهُ بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ

هَلْ ذَكَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمُنَافِقِينَ

مَعَ أَنَّ عُمَرَ سَمِعَ وَأُخْبِرَ

بِأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ

أَنَّهُ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

وَلَكِنْ لَمَّا لَمْ يَأَمَنْ عَلَى نَفْسِهِ الْفِتْنَةَ

وَلَمْ يَسْتَقِرَّ فِي نَفْسِهِ الْيَقِينُ بِهَا

وَإِنَّمَا الْخَوْفُ مِنْ نَفْسِهِ وَمِنْ تَقَلُّبِهَا

وَإِنَّمَا يَقِينُهُ لِرَبِّهِ جَلَّ وَعَلَا

كَانَ يَتَتَبَّعُ حُذَيْفَةَ فَيَسْأَلُهُ هَذَا السُّؤَالَ

فَالْمَقْصُودُ أَيُّهَا الْإِخْوَةُ

أَنَّ طَالِبَ الْعِلْمِ يَلْزَمُهُ إِذَا أَقْدَمَ عَلَى عَمَلٍ

أَوْ نَشَرَ كِتَابًا أَوْ قَامَ خَطِيبًا

أَوْ كَتَبَ وَلَوْ سَطْرًا فِي أَحَدِ وَسَائِلِ الْإِعْلَامِ وَالتَّوَاصُلِ

أَنْ يُرَاجِعَ قَلْبَهُ

وَأَنْ يَنْظُرَ فِي نِيَّتِهِ وَإِخْلَاصِهِ

فَإِنَّ مِنْ عَلَامَةِ تَوْفِيقِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لِلْعَبْدِ

أَنْ يَنْظُرَ لِلْقَلْبِ

وَإِنِّي لَأَحْلِفُ غَيْرَ حَانِثٍ بِسْمِ اللهِ جَلَّ وَعَلَا

أَنَّ مَا عُنِيَ أَحَدٌ بِإِخْلَاصِهِ وَنَظَرَ فِيهِ

إِلَّا جَعَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي عَمَلِهِ تَوْفِيقًا وَسَدَادًا

إِذِ الْعَمَلُ تَابِعٌ لِلْإِخْلَاصِ

وَمَنْ صَدَقَ فِي نِيَّتِهِ

وَفَّقَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي عَمَلِهِ


Artikel asli: https://nasehat.net/nasihat-penting-untuk-pendakwah-di-medsos-syaikh-abdus-salam-asy-syuwaiar-nasehatulama/